Spiga

salamsuper

Asep, Komitmen Berbagi Bisnis



Usianya baru 29 tahun, tetapi Asep Sulaiman Sabanda, pemuda asal Desa Cidahu, Subang, Jawa Barat, telah mengimplementasikan filosofi tertinggi dalam dunia bisnis. Baginya, bisnis akan berkembang jika usaha itu dibangun dengan mengedepankan manfaat bagi sesama dan tidak terjebak dalam kapitalisme absolut.

Lelaki yang tak lulus kuliah ini tidak lagi memandang bisnis sebagai tujuan mencari keuntungan semata, tetapi lebih sebagai sebuah wadah pemberdayaan ekonomi. Apa yang dilakukannya tidak terlahir begitu saja, melainkan muncul dari pengalaman. Bisnis yang terlalu mengagungkan keuntungan tidak akan langgeng. Namun, ketika konsep itu diubah, yakni tak
lagi menempatkan keuntungan sebagai tujuan utama dari bisnis, usahanya justru meroket dalam waktu cepat.


Bermula dari seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hanya dalam waktu lima tahun, kini Asep mengelola grup usaha PT Santika Duta Nusantara dengan omzet mencapai ratusan miliar rupiah setahun. Total asetnya senilai Rp 60 miliar. Usahanya beragam, mulai dari agrobisnis (peternakan dan pertanian), kontraktor, perdagangan, dan jasa. Lokasi usahanya tersebar dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Bahkan, Asep juga telah mengepakkan sayap usahanya sampai Brunei Darussalam, plus usaha waralaba ayam goreng siap saji.

"Dalam kemitraan mengandung konsep berbagi dan berkembang bersama," kata pria lulusan Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur, ini. Atas sepak terjangnya inilah, pada 30 November 2006, dia dinobatkan sebagai Young Entrepreneur of The Year 2006 oleh lembaga keuangan internasional terkemuka, Ernst & Young.

Titik balik

Drop out dari kuliah, Asep pun mulai berbisnis pada tahun 1998, saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Mengikuti jejak ayahnya, Shobur Tadjudin, dia mencoba menjadi peternak plasma ayam pedaging di desa kelahirannya, Cidahu, Garut. Dia memulai dengan sekitar 10.000 bibit ayam. Satu setengah bulan kemudian ayamnya telah siap jual. Hasilnya, Asep untung Rp 10 juta.

Tergiur, Asep pun lalu meningkatkan jumlah produksi menjadi 60.000 ekor. Alih-alih meraup untung, Asep malah rugi Rp 80 juta. Ditekan untuk membayar utang plus rasa penasaran, usahanya dinaikkan, jumlah produksinya menjadi 80.000 ekor. Hasilnya, dia kembali rugi Rp 90 juta. "Jadilah saya seorang pemuda yang berutang Rp 170 juta hanya dalam tempo enam bulan," kenangnya.

Kehidupannya pun menjadi gelap. Tak tahan ditagih debt collector, Asep pun kerap meninggalkan rumah. Beruntung ayahnya seorang yang bijak. Sang Ayah menyelamatkan Asep bukan dengan cara membayar utangnya, tetapi membukakan mata dan pikirannya.

Bersama ayahnya yang rela menjadi penjamin utangnya, Asep pun merestrukturisasi utang-utangnya. Inilah poin titik balik pertama dia dalam memandang bisnis. "Kesuksesan merupakan sinergi dari keinginan, kemampuan, mental, dan kesempatan. Saya mungkin telah memiliki keinginan, kemampuan, dan kesempatan. Tapi, mental, saya belum punya," katanya.

Sukses, Asep pun menuju Mekkah menunaikan ibadah haji. Kepergiannya ke Tanah Suci inilah yang kelak akan menjadi poin titik balik keduanya dalam menggeluti bisnis. Sepulang dari Mekkah, Asep menyadari bahwa bisnis tidak seharusnya mementingkan keuntungan semata, tetapi juga bagaimana mengelola bisnis agar tidak rugi.

Kemitraan

Akhirnya, pada tahun 2001, Asep pun mengembangkan pola kemitraan dalam bisnisnya. Langkah pertamanya adalah mengajak masyarakat beternak ayam menjadi plasmanya. Dia memberikan modal berupa bibit ayam, pakan, dan obat kepada mereka yang berminat. Para plasma hanya diminta untuk menyediakan tempat, kandang ayam, dan tenaga kerja. Ketika ayam sudah besar, sebagai inti, Asep membelinya.

Awalnya, Asep menggandeng 20 orang plasma dengan total produksi 40.000 ekor. Asep juga masih memelihara ayam sendiri sebanyak 60.000 ekor. Agar tak gagal, Asep terjun langsung membina para plasmanya.

"Kemitraan akan menjadi pola usaha yang sangat ideal jika dibungkus dengan sistem yang bagus dan loyalitas," katanya.

Tahun 2002, produksi plasmanya naik menjadi 150.000 ekor per siklus (1,5 bulan). Lalu berkembang lagi menjadi 800.000 ekor. Dengan pola itu Asep pun semakin percaya diri untuk melakukan ekspansi. Pada 2003, Asep mengajukan pinjaman Rp 350 juta ke sebuah bank pemerintah, tetapi ditolak.

Asep pun mencoba lagi ke bank pemerintah lainnya, yakni BNI. Di BNI, Asep dinilai sebagai debitor yang baik dan memiliki prospek usaha. Untuk itu, BNI mengucurkan kredit Rp 1 miliar.

"BNI tak hanya memberikan kredit, tetapi juga konsultasi manajemen," ujarnya.

Dengan dukungan finansial dari BNI, bisnis ayam pedaging Asep makin maju. Tahun 2004, kapasitas produksinya mencapai 2,1 juta ekor per siklus, dengan jumlah plasma membengkak menjadi 600 orang. Pemuda desa yang berpikiran global ini terus mencari celah. Kini dia tengah merintis usaha kemitraan ayam pedaging di Brunei Darussalam. Negara tetangga ini juga menjadi sasaran ekspor pakan ternaknya.

Tak cukup pada bidang usaha peternakan, suami Vina Nuryanti ini pun merambah usaha pertanian. Kini ayah tiga anak ini tengah mengembangkan pola kemitraan inti-plasma untuk komoditas jagung di Blitar, Ponorogo, dan Kediri, Jawa Timur. Dia juga mengembangkan pola kemitraan untuk tanaman jati seluas 40 hektar di Subang.

Asep masih memiliki segudang rencana terkait kemitraan yang akan dilakukannya tahun 2007. Salah satunya adalah mengembangkan program kemitraan petani asuh karyawan.

"Untuk mewujudkan ini, saya mewajibkan karyawan menginvestasikan bonusnya setiap tahun dengan membeli sapi. Targetnya, dalam waktu lima tahun, karyawan bisa memiliki 20 ekor sapi. Karyawan juga diminta mencari warga miskin untuk mengasuh sapi-sapi tersebut. Sebanyak 20 ekor sapi bisa diurus oleh 8-10 orang. Ini juga merupakan salah satu upaya untuk
memberdayakan masyarakat miskin," tuturnya.

Sumber: Kompas 8 januari 2007
Oleh: M Fajar Marta

------------------------
Subhanalloh, andai saja di Indonesia banyak tumbuh lagi Asep Asep yang lain. Yang pantang menyerah, mau belajar dari kegagalan, mau berbagi sukses dengan sesama. Insya Alloh penyakit akut negara kita, yang bernama kemiskinan itu, akan segera hengkang dari tanah air tercinta ini.

0 komentar: