Spiga

salamsuper

Punclut……


Begitu mendengar kata punclut yang terbayang langsung salah satu puncak ketinggian di kota Bandung. Saya sendiri sudah cukup lama mendengar keelokan tempat ini, tempat dimana bisa melihat view-nya kota Bandung dari dataran tinggi. Tempat dimana menjadi pusat tujuan orang-orang Bandung dan sekitarnya terutama pada saat minggu pagi atau hari libur. Tempat ini juga sekarang mendapat perhatian khusus dari pemerintah kota Bandung, menjadi daerah yang dilindungi dari mewabahnya bangunan-bangunan dan villa.


Pernah cukup lama tinggal di Bandung, tetapi baru minggu, 20 Januari 2008 ini kesampaian pergi kesana. Minggu pagi ini rencananya, saya dan istri mau berjalan-jalan ke Tegalega, salah satu pusat orang berkumpul pada minggu pagi di kota Bandung selain Gashibu dan Punclut. Tetapi sesat sebelum berangkat istri malah berujar “ bagaimana kalau kita ke punclut saja”. Wah… benar juga pikir saya, saya juga penasaran pergi kesana, terutama dengan jajanannya yang terkenal dengan nasi timbel merahnya itu. Saya pun menyiapkan motor untuk pergi kesana, sebab kalau ke Tegalega jarak tempuh dari rumah hanya beberapa ratus meter saja, cukup dengan jalan kaki. Tetapi untuk pergi ke Punclut yang jaraknya mencapai kurang lebih 10KM lsepertinya lebih nyaman pakai motor.

>> Sampai di Punclut sudah cukup ramai, karena kami datang agak siang. Motor di parkir di bawah. Setelah itu kami menikmati jalanan yang cukup menanjak dengan berjalan kaki. Seperti halnya di Gasibu dan Tegalega, tempat ini juga dipenuhi dengan penjual berbagai macam jajanan, dari mulai kopi, mie rebus, es krim, baso, sampai berbagai macam sayuran dan pakaian jadi, bahkan ada juga dealer motor yang nongkrongin jualannya disini. Tempat ini layaknya pasar dadakan, transaksi disinipun cukup tinggi.

Sebelum mengawali pendakian ke puncak Punclut, kami pun terlebih dahulu mengisi perut kami dengan semangkok mie kocok di kaki puncak Punclut. Hmmm…cukup lezat walaupun tidak selezat mie kocok-nya jalan sunda yang terkenal itu. Kami memesannya hanya dengan campuran toge tanpa mie (cukup unik makan mie kocok tanpa mie :-D). Karena konon katanya toge(tauge) mempunyai banyak kandungan zat positif dibanding mie, terutama untuk kwalitas sperma(maklum pengantin baru he..he..).

Setelah kenyang dengan semangkuk mie kocok (sebetulnya belum kenyang banget karena sebagian perut diperuntukan buat nasi merah nanti) , saya dan istri pun melanjutkan pendakian ke puncak Punclut. Saya perhatikan dari kaki sampai puncak kiri-kanan jalan dipenuhi dengan pasar tumpah dadakan, seakan tak ada tempat yang tersisakan. Tanjakan demi tanjakan kami lalui, dan akhirnya kamipun sampai ke puncak paling tinggi dari bukit punclut ini.

Di puncak Punclut para pedagang tidak begitu banyak, karena orang yang sampai ke puncak ini juga kalau saya perhatikan hanya kurang dari setengah pengunjung punclut, selebihnya mungkin kecapean menempuh jalan yang nanjak abis…Subhananllah dari puncak punclut kami pun dapat menyaksikan keindahan panorama kota Bandung, yang seperti cekungan. Berbagai bangunan penting yang mencolok pun tampak terlihat dengan jelas. Dari mulai Menara Masjid Agung, PT INTI, bangunan-bagungan Hotel sampai cerobong pabrik cokelat Ceres pun terlihat dengan jelas.

Cukup lama, saya dan istri menikmati puncak bukit punclut nan indah ini. Setelah matahari mulai meninggi, dan memberikan teriknya yang cukup panas, kamipun bersiap-siap untuk pulang. Wow.. ada tukang es krim disini, kami tidak bisa menahan diri untuk tidak mencicipinya, hmmm…segar sekali. Setelah beberapa puluh meter menuruni bukit ini, kami pun tidak kuat untuk tidak mencoba santapan nasi timbel merah, yang berjejer di kiri kanan jalan yang kami lalaui. Seketika itu juga kami mampir di salah satu kedai, memesan dan kemudian menikmati nasi timbel merah ditemani dengan ayam bakar, cumi goreng, pete bakar, pepes tahu, kerupuk, sambal kacang dan lalapan. Subhanallah…luar biasa nikmatnya, walaupun sesekali kenikmatan kami terganggu dengan beberapa pengamen yang datang.


Setelah perut kami terpenuhi dengan nikmatnya timbel nasi merah, perjalanan kembalipun kami lanjutkan. Di jalan istri membeli 2 kaos dalam, sebagai pengganti yang dirumah yang sudah lusuh, dan sering saya ledekin, dia juga membelikan saya sebuah celana trening, katanya biar saya jalan pagi seperti ini, gak pakai celana katun lagi. Kami juga membeli makanan yang kaya protein, yaitu kerang hijau, tau sendiri lah, pengantin baru harus banyak mengkonsumsi makanan berprotein tinggi :). Sebagai oleh-oleh buat yang dirumah, kami memilih rambutan, kebetulan saat ini lagi musim rambutan.

Belanjaan sudah lengkap, perut sudah terisi penuh, dan waktunya untuk pulang. Tetapi sampai ti tempat parkir, aroma segarnya air jeruk yang dicampur dengan kelapa muda (istilah inggris-nya saya lupa) menggoda saya. Kami memesannya 1 gelas ukuran besar, untuk dinikmati ber-2. Setelah terpuaskan, kami-pun langsung pulang, dan BBS (Bobo2 Siang) menjelang dhuhur tentunya :-D.

Read More..

Kunjungan Balik ++

Sudah menjadi adat dan kebiasaan, apabila seorang pemuda menikahi seorang gadis yang berlainan kota, pihak keluarga si gadis penasaran juga ingin mengunjuangi tempat kelahiran dan keluarga sang pemuda. Kalau pada hari H pernikahan, sang pemuda membawa pasukan sebagai pengantarnya. Maka pada hari berikutnya atau di hari yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak, keluarga dari sang gadis yang sekarang sudah resmi menjadi seorang istri, balas bertandang ke tempat keluarga sang pemuda yang kini telah menjadi seorang suami.

Begitulah yang terjadi pada saya saat ini. Mertua saya sepertinya sudah semangat 45 ingin mengunjugi tempat keluarga saya di Tasikmalaya. Apalagi setelah saya cerita, disana ada sebuah empang, dulu teman2 sering mancing disana dan bakar Ikan Gurame. Wah..tambah semangat saja mertua yang hobi mancing ini, sampai-sampai beliau mendadak membeli pancingan baru :-).
>>
Melihat tanggalan kamis, 10 Januari 2008 adalah tanggal merah 1 Muharam 1428 H. Sesuai ketetapan pemerintah, karena kejepit biasanya hari kerja berikutnya diambil cuti bersama. Maka mertua mengusulkan kunjungan plus mancing bareng hari kamis, saya pun langsung mengiyakan, sebab kemungikan jum'at-nya di liburkan. So, planing pun di buat, Rabu sore cabut dari kantor Jakarta menuju rumah mertua sekaligus tempat dimana istri dititipkan sementara di Bandung. Kamis pagi berangkat ke Tasik beserta rombongan, ramah tamah, mancing, bakar ikan. Rombongan balik ke Bandung kecuali saya, yang masih ada urusan untuk bayar Pajak STNK yang sebentar lagi habis.

Tapi rencana tinggal rencana, rabu sore ada e-mail masuk dari HRD bahwa “Untuk memberikan kebebasan pengambilan cuti, jum'at 11 Januari 2008, tidak ada cuti bersama”, hah... saya agak sedikit tersentak, mau mebatalkan rencana sangat tidak mungkin, karena mertua dan keluarga di Bandung sudah persiapan dengan semangat 45-nya. Mau ngambil cuti juga tidak akan bisa lagi, karena jatah cuti saya sudah habis. Tetapi “the show must go on” akhirnya planing sedikit berubah. Planing awal mulai keberangkatan sampai acara di Tasik tidak ada yang berubah. Tetapi saya akhirnya harus rela naik motor PP dengan istri, karena mobil yang ditumpangi walaupun ukurannya sudah cukup besar, sangat penuh, dikarenakan banyak tetangga yang ikut, apalagi mendengar ada acara mancing dan Bakar Gurame, para maniak mancing sepertinya tidak bisa menahan diri untuk tidak ikut. Rombongan yang semula saya perkirakan hanya sekitar 10 orang saja, tiba-tiba membludak jadi lebih dari 20 orang.

Alhamdulillah di jalan kami tidak mendapatkan rintangan yang berarti, hanya jalan yang berkelok-kelok saja, khas jalur selatan. Berangkat jam 08.00 dari Bandung, saya dan istri yang menggunakan motor terlebih dahulu sampai ketujuan kurang lebih jam 10.00. Selang setengah jam kemudian rombongan yang menggunakan mobil datang. Wuih...Ada acara sawearan segala, ibu sudah mempersiapkannya di sana, bukan apa-apa katanya, itung-itung shodaqoh sama anak-anak tetangga, walaupun nilainya tidak seberapa. Saya lihat mereka sangat senang memunguti uang logam pecahan Rp 500-an campur permen yang di lempar-lemparkan oleh kakak. Ada sedikit sambutan juga dari ustadz Agus, sebagai perwakilan keluarga di Tasik sekaligus berkah do'a-nya bagi kami.

Selesai acara penyambutan, kamipun terpaksa tidak bisa menyia-nyiakan hidangan yang sudah tersedia. Hidangannya masakan desa, plus gurame bakar. Dua ekor gurame bakar ukuran besar dengan sekejap hanya tinggal tersisa durinya saja, kelapa muda-pun langsung disikat habis oleh rombongan, sampai-sampai kakak harus menambah stock persediaan kelapa muda.

Selesai urusan perut, kaum Bapak langsung menuju empang yang letaknya persis dibelakang rumah ibu. Acara mancing pun menjadi acara yang mengasyikan bagi para maniak mancing ini. Mereka pun sudah mempersiapkan alat pancing,umpan dan jaring ikan dengan lengkap. Bagi mereka yang kebetulan tidak membawa pancing, paman sudah mempersiapkannya, jadi mereka bisa juga ikutan memancing. Acara mancing tambah seru ketika ikan besar melahap umpan sebagian peserta. Sedikit persaingan dan ejek-ejekan antara mereka pun makin menghangatkan suasana. Sementara kaum Bapak memancing, kaum Ibu biasa melahap cemilan sambil ngobrol ngalor-ngidul.

Bagi mereka yang penasaran untuk membakar hasil pancingannya sendiri, kakak sudah mempersiapkan peralatan pembakaran ikan. Alhasil gurame hasil pancingan pun menjadi sasaran percobaan. Hasilnya langsung dimakan rame-rame, hmmm....nikmat benar menyantap bakar gurame dalam keadaan panas.

Walaupun kaum Bapak masih asyik dengan pancingannya, pukul 16.00 acara harus dihentikan, karena kami tidak ingin kemalaman dijalan, apalagi saya dan istri yang harus menggunakakan motor. Setelah beres-beres kamipun langsung meluncur menuju Bandung, seperti sebelumnya saya dan istri sampai duluan di Bandung, persis pas adzan maghrib. Saya pun langsung sholat dan istirahat, karena besok pagi harus kembali ke Jakarta untuk kembali bekerja. Saya bilang sama istri kemungkinan jum'at ini tidak pulang ke Bandung karena kamisnya sudah pulang. Tapi melihat matanya yang sembab penuh kecewa, dan hanya sepotong kalimat yang terucap “Masa sih aa tega sama aku”, saya pun menjadi tidak tega melihatnya. Mau tidak mau jum'at itu saya harus PP Bandung-Jakarta. Wuih... capeknya, tapi semua itu sirna karena disambut dengan muka ceria sang istri tercinta :-).

Read More..