Spiga

salamsuper

Etos

Setiap awal bulan April di seluruh Jepang, diadakan serangkaian
seremonial penerimaan pekerja baru dan pelajar.

Bulan April adalah masa dimulainya tahun fiskal Jepang. Bersamaan
dengan mekarnya bunga-bunga sakura indah yang menari digoyang embusan
angin dingin ke seluruh penjuru Negeri Matahari Terbit.

April lalu di Kazumigaseki, pusat administrasi Jepang, Perdana
Menteri Koizumi berpidato menyambut para pegawai negeri dengan
antusiasme tinggi untuk menjalani masa pelatihan. Dalam pidatonya,
Koizumi mengobarkan semangat pengabdian tinggi kepada "pendatang
baru" itu sebagai anggota pemerintah yang akan bertanggung jawab
terhadap masa depan administrasi Jepang.

"Kalian menjadi pegawai negeri, (pelayan masyarakat, abdi negara),
meninggalkan semua keinginan dan hasratmu. Jangan sekali-kali
melupakan itu. Manakala Anda menemui masalah dalam waktu yang sulit,
jangan pernah melupakan bagaimana rasanya menjadi pemula. Jangan
menunggu yang lain memberimu instruksi, dan sebagai pelayan
masyarakat, ambillah inisiatif dengan penuh rasa tanggung jawab...."

Dia menceritakan pula pengalaman yang sulit itu ketika memulai
kariernya sebagai anggota parlemen. Ia mesti bekerja penuh saban hari
dan aktif ikut kegiatan kampanye melelahkan.

"Nyaris tiada waktu untuk istirahat," kata Koizumi dalam surat
elektronik berbahasa Inggris yang disebar ke seluruh dunia, termasuk
ke saya.

Diperlukan kesiapan fisik dan mental yang mantap. "Saya mengharapkan
masyarakat bekerja keras dengan sikap positif dan keyakinan dalam
nada dan antusiasme...," katanya.

Jumat lalu, sebuah penelitian menunjukkan betapa semakin banyak
pekerja yang direkrut perusahaan Jepang siap mengorbankan waktu
pacaran demi kerja. Itu sangat kontradiktif dengan asumsi selama ini
bahwa generasi muda Jepang kurang menyayangi, kurang mencintai,
kurang berdedikasi kepada "Japan Inc".

Jajak pendapat itu dilaksanakan Pusat Produktivitas Jepang untuk
Pembangunan Sosio-Ekonomi. Sekitar 80 persen pekerja yang baru saja
dipekerjakan musim semi ini mengatakan, mereka rela membatalkan
jadwal pacarannya jika diperintahkan untuk kerja lembur. Survei
serupa pada tahun 1991 hanya sekitar 60 persen.

Institut riset itu mengatakan, jajak pendapat tersebut menunjukkan
meningkatnya kekhawatiran akan keamanan kerja sejak runtuhnya ekonomi
pada awal 1990-an, yang menyebabkan perusahaan Jepang mengambil
langkah yang tidak terpikirkan sebelumnya, yakni pemutusan hubungan
kerja (PHK) secara massal.

Sementara orang mengatakan generasi baru berbeda dari generasi yang
lebih tua. Cinta dan dedikasi mereka kepada perusahaan tempatnya
bekerja tetap sama seperti pada senior mereka. Hasil survei juga
menunjukkan, para pekerja muda banyak memikirkan soal keamanan kerja
karena sebelumnya mereka melihat restrukturisasi di banyak perusahaan
di Jepang parah.

Di tengah kesulitan dan kenikmatan hidup, etos harus selalu ada dan
menyala. Ya, etos kerja yang baik dalam makna keikhlasan, ketulusan,
disiplin, inisiatif, tanggung jawab, dan antusiasme tinggi untuk
menggapai kemajuan dan keluar dari kesulitan. Moral cerita Jepang ini
baik sebagai pelajaran berharga bagi kita yang hidup di negeri yang
dilanda kesulitan hidup dan berbagai bencana. Tahu diri, sikap dasar
yang pas direnungkan. (kompas - Andi Suruji)

0 komentar: